Senin, 24 September 2012

Jujur Bukan Kebutuhan, Tapi Kewajiban


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim


Kejujuran, sepertinya sebuah hal yang sangat mahal di jaman ini. Bisa kita lihat dipentas-pentas politik di berbagai dunia, betapa sebuah ketidakjujuran, pembohongan dan kebohongan, lebih-lebih kebohongan publik adalah sebuah sarapan yang bisa kita santap setiap hari, baik di media cetak, media elektronik, dan Internet.Bahkan di jaring sosial seperti facebook banyak mencantumkan identitas palsu dan memakai photo profil orang lain (he..he..he itu terserah anda dech,…kalau saya dengan jujur, benar gadhul bashar itu indah !!![dalam bahasa indonesia diartikan sebagai menjaga pandangan].

Sedikit pembahasan gadhul bashar dulu ya.

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. 24:30)

Dan diperkuat dalam hadist shahih berikut :

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya, "Kedua mata itu bisa melakukan zina, kedua tangan itu (bisa) melakukan zina, kedua kaki itu (bisa) melakukan zina. Dan kesemuanya itu akan dibenarkan atau diingkari oleh alat kelamin." (Hadis sahih diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ibn Abbas dan Abu Hurairah).

"Wahai Ali, janganlah pandangan pertama kau ikuti dengan pandangan berikutnya. Untukmu pandangan pertama, tetapi bukan untuk berikutnya." (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Al-Hakim sesuai dengan syarat Muslim)

Subhanallah, betapa malunya saya mendengar hadist tersebut. Astagfirullah, sekali lagi hati saya beristighfar. Jadi selama ini saya melakukan hal yang mendekati zina, jika saya tidak menjaga pandangan. Ada beberapa perdebatan mengenai hal ini, mengapa hanya dengan pandangan kita dapat melakukan hal yang mendekati zina? Apakah kita tidak boleh menatap lawan jenis kita saat berbicara? Karena pengertian zina dalam masyarakat mayoritas kita berarti melakukan hubungan suami istri tanpa adanya tali pernikahan yang halal. Sehingga, menatap lawan jenis sah- sah saja.

Namun, lepas dari perdebatan tersebut, saya mengambil hikmah yang merubah pandangan saya terhadap hubungan akhwat ikhwat selama ini. Saya menganggap menjaga pandangan lebih baik dari pada harus menerima resiko laknat Allah azza wajalla. Jadi teringat seorang teman saya berkata " Kenapa harus segitunya sih, masa kalau berbicara dengan lawan jenis mesti menunduk?? ntar dikira sombong lagi…. yang pentingkan hatinya… iya kan Sir? " kata salah satu teman saya. Kemudian saya berfikir sejenak, dan sempat berfikir yang sama terhadap perkataan teman saya tersebut. Namu segera saya tepis fikiran itu, kemudian tersenyum dan berkata kepada teman saya "mungkin betul perkataan mu, namun bagi aku yang hanya menempel sedikit iman ini, gadhul qalbu atau menjaga hati tidak bisa sepenuhnya digunakan, jika tidak di barengi dengn gadhul bashar" ucap saya.

Memang sangat sulit menerapkan hal ini, terlebih bagi sesorang yang tinggal di kota metropolis dan kota besar maupun di media social ini. Namun terlepas dari semua itu, semua kembali kepada diri sendiri. Karena pada hakikatnya kita harus menentukan jalan kita sendiri, "jika bukan sekarang, kapan lagi!!!" gumam dalam hati. Tulisan ini dibuat bukan untuk mengajari atau mendikte seseorang. Karena saya juga hanya seorang yang mencoba berubah ke jalan yang lebih baik. Karena kesalahan sepenuhnya milik saya, dan kesempurnaan milik Allah SWT.

Kembali tentang jujur.

Begitu sulitnyakah berkata jujur dan mengungkap sebuah kejujuran?
Sebuah kisah di jaman Rasulullah saw, mengajarkan tentang kejujuran adalah kunci kebaikan kehidupan. Berikut ini penggalan ceritanya. 
Suatu ketika, ada seorang yang ingin masuk agama Islam. Namun dia menyatakan bahwa dia tak bisa meninggalkan semua maksiat yang telah menjadi darah dagingnya. Jadi, dia meminta ijin kepada Muhammad Rasulullah untuk masuk Islam namun tetap diperbolehkan melakukan maksiat. Kalo bahasa gaulnya : "Rasul, saya pengen masuk islam nih, tapi kalo boleh dilonggarin dikit yak aturannya. Ane masi demen maksiat nih." Beuh, ni orang geblek banget ya.

Rasulullah tersenyum dan mempersilahkan orang tersebut melakukan semua maksiat yang dia inginkan, hanya dengan satu syarat : dilarang berbohong.

Orang itu berkata, "Beuh.. gampang bener syaratnya ya Rasul. Okey dech, Deal kalo begituh."

Sejak saat itu, setiap hari Rasullulah selalu bertanya kepada orang tersebut apa saja yang dia lakukan setiap hari. Dan orang itu merasa malu banget setiap kali harus menjawab bahwa dia habis melakukan maksiat. Apalagi pas ditanya di depan mimbar atau kumpulan orang-orang banyak. Mukanya mau ditaruh kemana..

Akhirnya orang itu berpikir seribu keliling tiap melakukan maksiat, karena pasti esoknya akan ditanya oleh Rasul, dan ia tidak boleh berbohong. Cape dech...

Tapi lihat dampaknya, lama-kelamaan, orang tersebut meninggalkan maksiat karena daripada malu tiap ditanya Rasul, dan mulai beribadah dengan giat.
Allah memerintahkan pada setiap muslim untuk selalu berkata jujur, dengan firmannya yang berbunyi.
"Hai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama-sama dengan orang-orang yang benar."
[at-Taubah: 119]

Pada ayat diatas menjelaskan tentang  perintah untuk selalu bersama orang yang benar dan selalu berkata benar/jujur. Jujur itu ada dua, antara lain :
  1. Jujur kepada Allah yaitu jujur untuk selalu melakukan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
  2. Jujur Kepada sesama makhluk yaitu jujur dalam pergaulan sehari hari dan bergaul dengan akhlak yang baik.
Dan lawan dari kata jujur adalah dusta, dimana berdusta adalah termasuk salah satu diantara sifat sifat orang munafik. Jika seseorang selalu berusaha untuk berkata jujur maka berarti dia telah berusaha pula untuk menjauhkan sifat-sifat kemunafikan pada dirinya dan juga dia berusaha menjauhi neraka yang disediakan bagi orang-orang yg munafik terhadapnya.

Dari Abu Muhammad, yaitu Alhasan bin Ali bin Abu Thalib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya menghafal sabda dari Rasulullah s.a.w. yaitu: "Tinggalkan apa-apa yang meragukan hatimu dan berpindahlah kepada apa-apa yang tidak meragukan hatimu. yakni yang hatimu tenang jikalau melakukannya. Maka sesungguhnya bersikap benar/jujur itu menimbulkan ketenangan dan berdusta itu menimbulkan keragu-raguan."
[HR. Tirmidzi, dan ia berkata,”hadits shahih”]

 Jujur adalah sifat penting bagi Islam. Salah satu pilar Aqidah Islam adalah Jujur. Jujur adalah berkata terus terang dan tidak bohong. Orang yang bohong atau pendusta tidak ada nilainya dalam Islam.
Bahkan bisa jadi orang pendusta ini digolongkan sebagai orang yang munafik. Orang-orang munafik tergolong orang kafir. Nauzubillah. Allah berfirman :
Diantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar.
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. [QS.2 Al-Baqarah :8-10]
Kalau seandainya ummat Islam seorang pendusta, tidak jujur, tentunya ketika ia menyatakan beriman, maka imannya sangat rapuh untuk dipercaya, karena orangnya tidak amanah atau dapat dipercaya karena telah dianggap pendusta.
|
Memang kita diciptakan manusia ini dua jalan.
  • Jalan kejahatan dan
  • Jalan kebaikan.
Firman Allah ta’ala:
Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. [QS. As-syam :8]
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. [QS. Al-Balad :10-11]
Yang dimaksud dengan “Dua jalan” ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan. Jalan kejahatan adalah jalan yang mudah dan enak dikerjakan, tetapi jalan kebaikan dan kebajikan adalah jalan yang sulit, mendaki lagi sukar.
Kalau kita memilih jalan kebaikan, kebajikan. Inilah jalan yang diridhoi Allah subhanahu wata’ala, dan orang yang berada dijalan ini akan mendapat ganjaran dari allah subhanahu wata’ala. Tetapi jalan kebaikan ini tidak mudah, sulit lagi sukar.
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?
(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan,atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. [QS. Al-Balad :12-16]
Demikianlah jalan kebaikan yang harus orang-orang mu’min tempuh dan selalu bersabar berada dijalannya sama seperti kita puasa dibulan ramadhan ini tetap sabar dalam menjalankan ibadah dan segala kebaikan dan kebajikan yang kita amalkan selama dalam bulan Ramadhan.
Perbuatan baik dijalan yang baik tersebut diantaranya juga bersikap jujur. Jujur dalam segala perbuatan dan perbuatan kita. Karena orang yang terbiasa tidak jujur akan selalu menjadi serentetan kebohongan berikutnya yang lambat laun menjadi kebiasaan, dan dicaplah sebagai pembohong atau pendusta, nauzubillah.
Hadits nabi membawa pesan nabi salallohu alaihi wasalam tentang kejujuran adalah:
Selalulah kamu jujur, karena sesungguhnya jujur itu mengantarkan kamu pada kebaikan dan kebaikan itu sesungguhnya mengantarkan pada surga.
Sedangkan dusta akan mengantarkan pada keburukan dan dosa, dan sesungguhnya dosa itu akan mengantarkan pada neraka. [Hadits: Mutafaqun Alaih]
Oleh sebab itu hendaklah kita akan senantiasa jujur. Dan dikatakan kita sebagai orang yang jujur. Orang jujur ada kemungkinan akan teguh dalam memegang amanah. Sedangkan orang yang pendusta atau tidak jujur sama sekali tidak bisa memegang amanah.
Jujur dan amanah adalah serangkaian sifat yang perlu kita sikapi. Sebagaimana rasulullah adalah seorang yang mempunyai sifat jujur, terpercaya [Amanah]. Oleh sebab itu kita patut menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik.
Sebagaimana Firman allah ta’ala:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
[QS. Al-Ahzab :21]
Disini dapat kita petik sebuah pesan moral tentang berkata jujur, bahwa jujur itu mampu menjadi kunci hal buruk dalam kehidupan, seperti maksiat, selingkuh, korupsi, maling, dan sebagainya. Coba andai manusia semua berkata jujur, pasti dijamin gak ada yang namanya korupsi, pencurian, pencopetan, dan sebagainya.

Jujur itu perlu di latih dan terus dipraktekan agar menjadi sebuah kebiasaan yang baik. Jujur bukan kebutuhan, tapi kewajiban, sehingga terasa berat. 


wallahu a'lam bish-shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar