Senin, 03 September 2012

Hukum Menggambar atau Melukis & Hukum Foto dengan Kamera serta Hukum Memajang Foto Makhluk Bernyawa



Assalamu'alaikum Warahmatullah wabarakatuh

Bismillahirrahmanirrahim,..

Segala pujian hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Masalah ini adalah masalah nawazil (kontemporer) yang tidak didapati di masa silam. Oleh karena itu, bagaimana hukum dalam masalah ini, para ulama berselisih pendapat karena perbedaan dalam memahami dalil dan punya pilihan ijtihad masing-masing. Pada kesempatan kali ini, kami akan berusaha menyajikan masalah ini secara ringkas.



Tentang masalah hukum tashwir (menggambar), hukumnya haram. Berikut adalah dalil-dalil yang menunjukkan hal ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang berkehendak mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan lalat atau semut kecil (jika mereka memang mampu)!"(HR. Bukhari no. 5953 dan Muslim no. 2111, juga Ahmad 2: 259, dan ini adalah lafazhnya)

Juga dari Abu Hurairah dalam riwayat lain disebutkan,
"Allah 'Azza wa Jalla berfirman, "Siapakah yang lebih zholim daripada orang yang mencipta seperti ciptaan-Ku. Coba mereka menciptakan semut kecil, biji atau gandum (jika mereka memang mampu)! "(HR. Bukhari no. 7559)

Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
"Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah tukang penggambar."(HR. Bukhari no. 5950 dan Muslim no. 2109)

Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya mereka yang membuat gambar-gambar akan disiksa pada hari kiamat. Akan dikatakan kepada mereka, "Hidupkanlah apa yang kalian ciptakan."(HR. Bukhari no. 5961 dan Muslim no. 5535)

Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa yang membuat gambar, ia akan disiksa hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Namun kenyataannya ia tidak bisa meniupnya."(HR. An Nasai no. 5359 dan Ahmad 1: 216. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Dalam hadits ini dibedakan antara gambar hewan (yang memiliki ruh, pen) dan bukan hewan. Hal ini mengandung pelajaran bahwa boleh saja menggambar pohon dan benda logam di baju atau kain, dan menggambar yang lain (yang tidak memiliki ruh, pen)."(Majmu' Al Fatawa, 29: 370)

Dalam hadits berikut juga menunjukkan bahwa jika kepala dihapus dari gambar, maka gambarnya tidak jadi bermasalah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu dia berkata,
"Jibril 'alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, "Masuklah." Lalu Jibril menjawab, "Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar."(HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar." (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)

Hati-Hati dengan Penghasilan dari Melukis!

Mari kita perhatikan hadits Sa'id bin Abil Hasan berikut ini.
Dari Sa'id bin Abil Hasan, ia berkata, "Aku dahulu pernah berada di sisi Ibnu 'Abbas –radhiyallahu 'anhuma-. Ketika itu ada seseorang yang mendatangi beliau lantas ia berkata, "Wahai Abu 'Abbas, aku adalah manusia. Penghasilanku berasal dari hasil karya tanganku. Aku biasa membuat gambar seperti ini." Ibnu 'Abbas kemudian berkata, "Tidaklah yang kusampaikan berikut ini selain dari yang pernah kudengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku pernah mendengar beliau bersabda, "Barangsiapa yang membuat gambar, Allah akan mengazabnya hingga ia bisa meniupkan ruh pada gambar yang ia buat. Padahal ia tidak bisa meniupkan ruh tersebut selamanya.” Wajah si pelukis tadi ternyata berubah menjadi kuning. Kata Ibnu ‘Abbas, "Jika engkau masih tetap ingin melukis, maka gambarlah pohon atau segala sesuatu yang tidak memiliki ruh."(HR. Bukhari no. 2225)

Hadits ini menunjukkan bahwa gambar yang masih dibolehkan untuk dilukis adalah gambar yang tidak memiliki ruh yaitu selain hewan dan manusia. Hadits Sa'id di atas juga menunjukkan terlarangnya pekerjaan pelukis yang hasil karyanya dengan melukis makhluk yang memiliki ruh. Namun jika yang digambar adalah pepohonan, laut, gunung dan selain gambar yang memiliki ruh, tidaklah masalah. Imam Muhammad bin Isma'il Al Bukhari rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitab shahihnya, "Bab jual beli gambar makhluk yang tidak memiliki ruh dan yang menunjukkan terlarangnya pekerjaan dari gambar yang memiliki ruh."

Hukum Foto dengan Kamera


Jika kita sudah mengetahui secara jelas hukum gambar makhluk yang memiliki ruh, sekarang kita beralih pada permasalahan yang lebih kontemporer yang tidak dapati di masa silam. Mengenai masalah foto dari jepretan kamera, para ulama ada khilaf (silang pendapat). Ada yang melarang dan menyatakan haram karena beralasan:

Hadits yang membicarakan hukum gambar itu umum, baik dengan melukis dengan tangan atau dengan alat seperti kamera. Lalu ulama yang melarang membantah ulama yang membolehkan foto kamera dengan menyatakan bahwa alasan yang dikemukakan hanyalah logika dan tidak bisa membantah sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka juga mengharamkan dengan alasan bahwa foto hasil kamera masih tetap disebut shuroh (gambar) walaupun dihasilkan dari alat, tetapi tetap sama-sama disebut demikian.

Sedangkan ulama lain membolehkan hal ini dengan alasan dalil-dalil di atas yang telah disebutkan. Sisi pendalilan mereka:

Foto dari kamera bukanlah menghasilkan gambar baru yang menyerupai ciptaan Allah. Gambar yang terlarang adalah jika mengkreasi gambar baru. Namun gambar kamera adalah gambar ciptaan Allah itu sendiri. Sehingga hal ini tidak termasuk dalam gambar yang nanti diperintahkan untuk ditiupkan ruhnya. Foto yang dihasilkan dari kamera ibarat hasil cermin. Para ulama bersepakat akan bolehnya gambar yang ada di cermin.

Alasan kedua ini disampaikan oleh Syaikhuna –Syaikh Sa'ad Asy Syatsri hafizhohullah, yang di masa silam beliau menjadi anggota Hay-ah Kibaril ‘Ulama (kumpulan ulama besar Saudi Arabia).

Pendapat kedua yang membolehkan foto hasil kamera, kami rasa lebih kuat dengan alasan yang sudah dikemukakan.

Catatan: Jika membolehkan foto dengan kamera, bukan berarti kami membolehkan menggantung foto di dinding atau memajangnya di halaman facebook. Karena hukum memajang itu ada pembahasan khusus dan berbeda dengan pembolehan foto kamera. Dalam hadits muttafaqun 'alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)"(HR. Bukhari no. 3224 dan Muslim no. 2106). Hal ini menunjukkan terlarangnya memajang gambar yang memiliki ruh. 


 Hukum Memajang Foto Makhluk Bernyawa
 Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. 
 
Dalam berbagai hadits dilarang bagi kita untuk memajang gambar makhluk bernyawa. Gambar yang terlarang dibawa ini adalah gambar manusia atau hewan, bukan gambar batu, pohon dan gambar lainnya yang tidak memiliki ruh. Jika gambar tersebut memiliki kepala, maka diperintahkan untuk dihapus. Karena kepala itu adalah intinya sehingga gambar itu bisa dikatakan memiliki ruh atau nyawa. Agar lebih jelas perhatikan terlebih dahulu hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut. Hanya Allah yang beri taufik.

Keterangan dari Berbagai Hadits
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لاَ تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ صُورَةٌ
Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat gambar di dalamnya (yaitu gambar makhluk hidup bernyawa)” (HR. Bukhari 3224 dan Muslim no. 2106)

Hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
نَهَى رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنِ الصُّوَرِ فِي الْبَيْتِ وَنَهَى أَنْ يَصْنَعَ ذَلِكَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang adanya gambar di dalam rumah dan beliau melarang untuk membuat gambar.” (HR. Tirmizi no. 1749 dan beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih)


Hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَنْ لاَ تَدَعْ تِمْثَالاً إِلاَّ طَمَسْتَهُ وَلاَ قَبْرًا مُشْرَفًا إِلاَّ سَوَّيْتَهُ
“Jangan kamu membiarkan ada gambar kecuali kamu hapus dan tidak pula kubur yang ditinggikan kecuali engkau meratakannya.” (HR. Muslim no. 969) Dalam riwayat An-Nasai,
وَلَا صُورَةً فِي بَيْتٍ إِلَّا طَمَسْتَهَا
“Dan tidak pula gambar di dalam rumah kecuali kamu hapus.” (HR. An Nasai no. 2031. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma dia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا رَأَى الصُّوَرَ فِي الْبَيْتِ يَعْنِي الْكَعْبَةَ لَمْ يَدْخُلْ وَأَمَرَ بِهَا فَمُحِيَتْ وَرَأَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ عَلَيْهِمَا السَّلَام بِأَيْدِيهِمَا الْأَزْلَامُ فَقَالَ قَاتَلَهُمْ اللَّهُ وَاللَّهِ مَا اسْتَقْسَمَا بِالْأَزْلَامِ قَطُّ
“Bahwa tatkala Nabi melihat gambar di (dinding) Ka’bah, beliau tidak masuk ke dalamnya dan beliau memerintahkan agar semua gambar itu dihapus. Beliau melihat gambar Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimas ssalam tengah memegang anak panah (untuk mengundi nasib), maka beliau bersabda, “Semoga Allah membinasakan mereka, demi Allah keduanya tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah sekalipun. “ (HR. Ahmad  1/365. Kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan periwayatnya tsiqoh, termasuk perowi Bukhari Muslim selain ‘Ikrimah yang hanya menjadi periwayat Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahku sementara saya baru saja menutup rumahku dengan tirai yang padanya terdapat gambar-gambar. Tatkala beliau melihatnya, maka wajah beliau berubah (marah) lalu menarik menarik tirai tersebut sampai putus. Lalu beliau bersabda,
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الَّذِينَ يُشَبِّهُونَ بِخَلْقِ اللَّهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang menyerupakan makhluk Allah.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107 dan ini adalah lafazh Muslim).

Dalam riwayat Muslim,
أَنَّهَا نَصَبَتْ سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَدَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَنَزَعَهُ ، قَالَتْ : فَقَطَعْتُهُ وِسَادَتَيْنِ
“Dia (Aisyah) memasang tirai yang padanya terdapat gambar-gambar, maka Rasulullah masuk lalu mencabutnya. Dia berkata, “Maka saya memotong tirai tersebut lalu saya membuat dua bantal darinya.”
 
Dari Ali radhiyallahu anhu, dia berkata,
صَنَعْتُ طَعَامًا فَدَعَوْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَجَاءَ فَدَخَلَ فَرَأَى سِتْرًا فِيهِ تَصَاوِيرُ فَخَرَجَ . وَقَالَ : إِنَّ الْمَلائِكَةَ لا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Saya membuat makanan lalu mengundang Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk datang. Ketika beliau datang dan masuk ke dalam rumah, beliau melihat ada tirai yang bergambar, maka beliau segera keluar seraya bersabda, “Sesungguhnya para malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya ada gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5351. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu dia berkata,
اسْتَأْذَنَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلام عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ : « ادْخُلْ » . فَقَالَ : « كَيْفَ أَدْخُلُ وَفِي بَيْتِكَ سِتْرٌ فِيهِ تَصَاوِيرُ فَإِمَّا أَنْ تُقْطَعَ رُؤوسُهَا أَوْ تُجْعَلَ بِسَاطًا يُوطَأُ فَإِنَّا مَعْشَرَ الْمَلائِكَةِ لا نَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ تَصَاوِيرُ
“Jibril alaihis salam meminta izin kepada Nabi maka Nabi bersabda, “Masuklah.” Lalu Jibril menjawab, “Bagaimana saya mau masuk sementara di dalam rumahmu ada tirai yang bergambar. Sebaiknya kamu menghilangkan bagian kepala-kepalanya atau kamu menjadikannya sebagai alas yang dipakai berbaring, karena kami para malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.” (HR. An-Nasai no. 5365. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Pelajaran:

Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, menunjukkan bahwa yang dimaksud gambar yang terlarang dipajang adalah gambar makhluk bernyawa (yang memiliki ruh) yaitu manusia dan hewan, tidak termasuk tumbuhan. Sisi pendalilannya bahwa Jibril menganjurkan agar bagian kepala dari gambar tersebut dihilangkan, barulah beliau akan masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan larangan hanya berlaku pada gambar yang bernyawa karena gambar orang tanpa kepala tidaklah bisa dikatakan bernyawa lagi.
Dalam hadits lain, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلصُّوْرَةٌ الرَّأْسُ ، فَإِذَا قُطِعَ فَلاَ صُوْرَةٌ
“Gambar itu adalah kepala, jika kepalanya dihilangkan maka tidak lagi disebut gambar.” (HR. Al-Baihaqi 7/270. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 1921)

Menghapus Gambar Makhluk Bernyawa

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bisakah engkau jelaskan mengenai jenis gambar yang mesti dihapus?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Gambar yang mesti dihapus adalah setiap gambar manusia atau hewan. Yang wajib dihapus adalah wajahnya saja. Jadi cukup menghapus wajahnya walaupun badannya masih tersisa. Sedangkan gambar pohon, batu, gunung, matahari, bulan dan bintang, maka ini gambar yang tidak mengapa dan tidak wajib dihapus. Adapun untuk gambar mata saja atau wajah saja (tanpa ada panca indera, pen), maka ini tidaklah mengapa, karena seperti itu bukanlah gambar dan hanya bagian dari gambar, bukan gambar secara hakiki.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 35)

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan dalam kesempatan yang lain bahwa gambar makhluk bernyawa boleh dibawa jika darurat. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya, “Dalam majelis sebelumnya, engkau katakan bahwa boleh membawa gambar dengan alasan darurat. Mohon dijelaskan apa yang jadi kaedah dikatakan darurat?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Darurat yang dimaksud adalah semisal gambar yang ada pada mata uang atau memang gambar tersebut adalah gambar ikutan yang tidak bisa tidak harus turut serta dibawa atau keringanan dalam qiyadah (pimpinan). Ini adalah di antara kondisi darurat yang dibolehkan. Orang pun tidak punya keinginan khusus dengan gambar-gambar tersebut dan di hatinya pun tidak maksud mengagungkan gambar itu. Bahkan gambar raja yang ada di mata uang, tidak seorang pun yang punya maksud mengagungkan gambar itu.” (Liqo’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 33)

Penjelasan hukum dalam tulisan di atas semata-mata berdasarkan dalil dari sabda Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan atas dasar logika semata. Semoga Allah menganugerahkan sifat takwa sehingga bisa menjauhi setiap larangan dan mudah dalam melakukan kebaikan. Wallahu waliyyut taufiq.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.



Bismillahirrahmanirrahim

Tentang Larang Melukis. Termasuk Wajah Nabi Muhammad saw.


Penggambaran wajah dan tubuh seorang nabi, sedikit banyak sangat berpengaruh kepada esensi syariat yang disampaikannya. Mengingat di kemudian hari setelah wafatnya para nabi itu, banyak orang yang berdusta tentang nabi. Baik dusta tentang perkataannya, perbuatannya, taqrirnya (sikap), termasuk berbohong tentang kondisi fisiknya.
Dan perbuatan berbohong atas apa yang apa yang dibawa oleh seorang nabi merupakan dosa yang amat serius. Ancamannya tidak tanggung-tanggung, yaitu kedudukan di dalam neraka.
"Siapa yang berbohong tentang aku secara sengaja, maka hendaklah dia menyiapkan tempatnya di neraka". (HR Bukhari Muslim)

Dengan berdasarkan hadits ini, maka para ulama sepakat untuk mengharamkan gambar nabi Muhammad SAW, juga gambar para nabi yang lain. Mengingat tidak ada seorang pun manusia yang hidup di zaman ini yang pernah melihat wajah nabi Muhammad SAW dan juga nabi lainnya. Dari mana lukisan nabi itu didapat, kalau bukan dari hayal dan imajinasi? Hayal dan imajinasi pada hakikatnya adalah kebohongan, meski niatnya mungkin baik.

Kita bisa simpulkan bahwa haramnya menggambar wajah seorang nabi, bukan semata-mata karena ditakutkan bahwa gambar akan menghina nabi, melainkan masalah keaslian dan kejujuran gambar itu sendiri. Bahwa tidak ada kebenaran dalam gambar itu dan gambar itu bukan gambar nabi.
Seharusnya masalah ini juga berlaku buat para shahabat nabi, para tabi’in dan atba'ut tabiin. Mengingat keagungan dan ketinggian kedudukan mereka dalam agama ini.

Di antaranya penggambaran diri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan membuka peluang untuk perbuatan penistaan terhadap pribadi beliau. Sebagaimana seseorang yang benci kepada orang lain, namun karena tidak mampu melampiaskan kebenciannya secara langsung, mereka lantas membuat serentetan penistaan terhadap gambar atau foto orang yang dia benci. Apakah akan dia ludahi atau dia injak-injak atau dia sobek-sobek atau dia bakar atau dibikin ka rikatur yang bernuansa pelecahan, dan sebagainya.

Dengan tidak dilukisnya gambar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak mungkin seseorang yang kafir atau fasiq mampu

membuat gambaran wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena hanya orang-orang yang benar imannya saja yang bisa melihat
beliau :
"Barangsiapa melihatku di dalam mimpinya, sesungguhnya dia benar-benar melihatku, karena syetan tidak mungkin menyerupai bentukku."( HR.Ahmad, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud Ibnu Majah dan Ahmad )

Demikian pembahasan kami secara singkat dari penjelasan para ulama yang kami peroleh. Moga bermanfaat. Semoga Allah senantiasa memberikan kita ketakwaan untuk menjauhi segala yang Allah larang.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Hanya Allah yang memberi taufik.


wallahu a'lam bish-shawab

NB: Bahwa tulis ini semata-mata merupakan info, dalil-dalil dan tidak untuk saya diskusikan dan perdebatkan di blog setetes embun  saya ini (meskipun itu hak anda para pembaca, namun blog ini merupakan untuk saya pribadi yang saya buat dan saya berhak menutup perdebatan, sanggahan atau diskusi  )
penting: jangan di baca sewaktu ada khutbah, ataupun sewaktu ada adzan.  

By : Mencari Rezky

Tidak ada komentar:

Posting Komentar