Senin, 19 November 2012

Tinggalkan Pendapat Kami bila Bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Assalamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh


"Jangan melihat siapa yang bicara tapi lihatlah apa yang dibicarakan" (Ali bin Abi Thalib)

Imam Empat Mazhab: "Tinggalkan Pendapat Kami bila Bertentangan dengan Al-Q
uran dan Sunnah!"

Pernyataan Para Imam Madzhab untuk Mengikuti Sunnah dan Meninggalkan yang Menyalahinya.

Pernyataan para Imam Madzhab ini dikutipkan dari Pendahuluan Buku "Sifat Shalat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam" Karya: Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.



Imam Abu Hanifah

Imam madzhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang pada Hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan meninggalkan sikap membeo pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ucapan beliau:

"Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku."

"Tidak hahal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu darimana kami mengambil sumbernya."

Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan. "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa."

Pada riwayat lain ditambahkan: "Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya."

Pada riwayat lain lagi dikatakan: "Wahai Ya'qub (Abu Yusuf), celakalah kamu! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkanya."

"Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, tinggalkanlah pendapatku itu."



Imam Malik bin Anas

Imam Malik bin Anas menyatakan:
"Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, ambilah; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah."

"Siapapun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri."

Ibnu Wahhab berkata: "Saya pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari-jari kaki dalam wudhu, jawabnya: "Hal itu bukan urusan manusia." Ibnu Wahhab berkata: "Lalu aku tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian saya berkata kepadanya: "Kita mempunyai Hadits mengenai hal tersebut." Dia bertanya: "Bagaimana Hadits itu?" Saya jawab: "Laits bin Sa'ad, Ibnu Lahi'ah, "Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dari Yazid bin 'Amr Al-Mu'afiri, dari Abi 'Abdurrahman Al-Habali, dari Mustaurid Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya: Saya melihat Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya. Malik menyahut: "Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini." Kemudian dilain waktu saya mendengar dia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari-jari kakinya.



Imam As-Syafi'i

Riwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafi'I dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus dan para pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesannya dan lebih beruntung. Beliau berpesan antara lain:

"setiap orang harus bermadzhab kepada Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan mengikutinya. Apapun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakana itu berasal dari Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasullullah itulah yang menjadi pendapatku."

"Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu Hadits dari Rasullulllah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang."

"Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasullullah, peganglah Hadits Rasullullah itu dan tinggalkanlah pendapatku itu."

"Bila suatu Hadits itu Shahih, itulah madzhabku."

"Kalian lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih, beri tahukanlah kepadaku biar dimanapun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya."

"Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati."

"Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna."

"Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku."

"Setiap Hadits yang dating dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendirir dariku."



Imam Ahmad bin Hambal

Ahmad bin Hambal merupakan seorang imam yang paling banyak menghimpun Hadits dan berpegang teguh padanya, sehingga beliau benci menjamah kitab-kitab yang memuat masalah furu' dan ro'yu. Beliau menyatakan sebagai berikut:

"Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada malik, Syafi'I, Auza’I dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil. " Pada riwayat lain disebutkan:

"Janganlah kamu taqlid kepada siapapun dari mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)." Kali lain dia berkata:

"Yang dinamakan Ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya, sedangkan yang datang dari para tabi’in boleh memilihnya."

"Pendapat Auza'I, Malik, dan Abu Hanifah adalah ra'yu (pikiran). Bagi saya semua ra'yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar (Hadits)."

"Barangsiapa yang menolak Hadits Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dia berada di jurang."

Demikianlah pernyataan para imam madzhab dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadits dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua Hadits yang shahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalahi madzhab mereka dan keluar dari metode mereka, bahkan sikap itulah yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tiada akan putus.

Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan Hadits-Hadits yang shahih karena dipandang menyalahi pendapat mereka. Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat mereka yang telah dikemukakan diatas. Allah berfirman:

"Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka, kemudian mereka tidak berkeberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati." (An-Nisa 4:65)

Allah berfirman:

"Orang-orang yang menyalahi perintahnya hendaklah takut fitnah akan menimpa mereka atau adzab yang pedih akan menimpa mereka." (An-Nur 24:63)



wallah a'lam bis-shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar