Rabu, 20 Maret 2013

' Beramal & Beribadah dalam rangka MENCARI pujian, maka ini termasuk perbuatan syirik.'


Bismillaahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh


' Beramal & Beribadah dalam rangka MENCARI pujian, maka ini termasuk perbuatan syirik.'

1. Jika ia meniatkan amalannya hanya semata-mata karena makhluq tanpa sama sekali meniatkan untuk beribadah kepada Allah; "maka ini syirik akbar. syirik seperti inilah yang dimiliki kaum munaafiqiin" (faidah dari syaikh abdurrazzaaq)

Tidak ada sama sekali dalam hati mereka keinginan untuk beribadah kepada Allaah dalam shalat wajib, akan tetapi hanya memperlihatkan ibadah mereka kepada orang-orang, agar mereka "disebut muslim" dan agar mereka tidak dihukum bunuh "karena meninggalkan shalat".

2. Jika ia meniatkan amalannya tersebut karena Allah, tapi ia CAMPURI niat tersebut untuk mendapatkan PUJIAN MAKHLUK… maka ini SYIRIK ASHGHAR. dan ini diantara DOSA BESAR YANG PALING BESAR…

Mengapa bisa demikian? karena Allah TIDAK MEMILIKI sekutu dalam peribadatan sedikitpun… jika hendak menginginkan pujian dari IBADAH-mu… maka INGINKANLAH PUJIAN DARI ALLAH SEMATA, dan jangan engkau sekutukan Dia, dalam hal tersebut dengan menginginkan pujian selain dari pujianNya…

Kelak dihari kiamat Allah akan memintakan mereka untuk meminta balasan (apakah itu pujian/dsb) dari makhluq yang mereka inginkan balasan tersebut…

Bagaimana dengan orang yang sudah mengusahakan mengikhlashkan amalnya dari awal hingga akhir, kemudian datang pujian (tanpa ia menginginkannya) ?

Maka Rasuulullaah bersabda:


تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ.

"Itu adalah kabar gembira yang Allah segerakan bagi seorang MUKMIN."

(HR Muslim)

Meskipun berdasarkan hadits diatas "rasa senang" tersebut tidak mencacati pelakunya (karena memang dari awal ia tidak mengharapkan pujian)

Hanya saja Rasuulullaah mengatakan "bagi seorang MUKMIN" dan kita TIDAK TAHU apakah kita telah benar-benar mengamalkan amalan tersebut dengan landasan keimanan (yaitu benar-benar ikhlash dalam amalan kita tersebut)!!

Maka apakah kita hendak merasa senang dengan sesuatu yang TIDAK KITA LAKUKAN?

Allah mencela yahudi dengan firmanNya:

وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا

"…Dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan…"

[Aali 'Imran: 188]

Dan apakah kita hendak mentazkiyyah diri kita sebagai seorang MUKMIN yang dimaksud hadits diatas?

Allah berfirman:

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ ۖ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَىٰ

"Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa."

[An-Najm: 32]

Rasuulullaah bersabda:

لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ اَللهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ.

"Janganlah menganggap diri kalian suci, Allah lebih mengetahui orang yang berbuat baik di antara kalian."

(HR Muslim)

Dia lebih tahu siapa yang telah benar-benar ikhlash dalam amalnya, dan mengetahui siapa yang telah merusak keikhlashannya dalam amalnya dengan riya', sum'ah, ujub maupun takabbur.

Bahkan jika kita mendapati orang yang memuji kita, berkaitan dengan ibadah kita… maka hendaknya merenung: "bukankah ' badah ' yang hakiki adalah ibadah yang selamat dari kesyirikan? sedangkan aku tidak tahu apakah diriku selamat atau tidak?" sehingga kita tidak LUPA DIRI ketika dipuji…

Abu Bakar yang sangat mengerti akan hal ini pun sampai-sampai dia berkata ketika dipuji1:

اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ

Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka

(Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sy'abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami'ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)

Ibnu'Ajibah mengatakan,

"Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, "Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya."

(Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu 'Ajibah, hal. 159, Mawqi' Al Qaroq, Asy Syamilah; copas dari rumaysho.com)

Berkata Ibnu Hazm:

"Barang siapa yang memujimu karena kebaikan yg tidak kau miliki maka sungguh ia telah benar-benar mencelamu. Karena ia telah mengingatkanmu akan kekuranganmu (dengan pujian tersebut)"

(copas dari ustadz firanda)

Maka justru dengan pujian tersebut, harusnya kita kembali meluruskan niat kita: menyeimbangkan rasa harap kita agar semoga kita termasuk dalam hadits diatas, dengan rasa takut senang dipuji pada sesuatu yang tidak pantas kita terima…

Sekalipun amalan kita ikhlash (dan ini hanya Allah pun yang tahu)… Maka ketahuilah, yang memudahkan kita untuk dapat beramal sesuai sunnah, dan dapat ikhlash untuk mengamalkan amalan tersebut adalah Allah…

Maka hendaknya kita kembali menyandarkan pujian tersebut kepada Allah, karena tanpa taufiq dan pertolonganNya, kita tidak mampu untuk melakukan hal tersebut…

الحمد لله الذي بنعمته تتمالصالحات

alhamdulillaah alladziy bi ni'matihi tatimush shaalihaat

Segala puji HANYA BAGI ALLAH, yang dengan nikmatNya, sempurnalah segala kebaikan…

لاَ حَوْلاَ وَلاَ قُوَّةَ إلاَّ باِللهِ

laa hawlaa wa laa quwwata illa billaah

"Tidak ada kemampuan bagi kami dalam melakukan amalan ketaatan kecuali dengan pertolongan Allah, dan tidak ada kekuatan bagi kami untuk meninggalkan maksiat kecuali dengan pertolongan dari Allah (pula)."




Wallahu a’lam bish-shawab




Semoga bermanfaat…

Catatan Kaki

Hanya saja hendaknya kita tidak menyikapi ucapan beliau ini seperti dzikir nabi, kemudian kita jadikan "sunnah" (yaitu dzikir yang dibaca ketika dipuji).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar