Assalamu'alaikum Warahmatullah wabarakatuh.....
Bismillahirrahmanirrahim.....
Bismillahirrahmanirrahim.....
Disadari
atau tidak, dunia maya telah melahirkan bentuk komunikasi baru Silaturahmi,
beramah tamah, bertegur sapa, menyampaikan pesan, bertukar informasi, dan mendapatkan
teman haru, betapa mudahnya untuk dilakukan. Duduk di depan komputer, terhubung
dengan Internet maka seluruh dunia dapat dijangkau hanya dalam sekejap. Bahkan
kini, cukup dengan handphone dalam genggaman, semua model komunikasi yang kini
tenar dengan nama jejaring sosial atau pertemanan makin menghidupkan dunia
modern ini.
Namun
berkomunikasi dalam dunia maya tetap saja ada aturan yang tak bisa disepelekan.
Dalam dunia nyata, kita mengenal adab berinteraksi. Menjaga Iisan, menjaga
pandangan, dan menjaga perilaku. Begitupun dalam dunia maya. Hal ini perlu
diperhatikan karena karakter media online seperti jejaring sosial memang
seperti itu, terbuka. Maka "bergaul di ranah maya sebagaimana di ranah nyata
tetap saja ada rambu-rambunya".
Satu
hal yang kadang melalaikan seseorang ketika berinteraksi dalam dunia maya
adalah adab.
Sesungguhnya adab-adab berinteraksi dalam dunia nyata berlaku sama ketika kita memasuki dunia maya. Yang membedakan hanya kemudahannya saja. Namun kadang hal itu luput dari kesadaran kita, entah karena lalai, keasyikan, atau memang tidak menyadari pola interaksinya. Sehingga seringkali terjadi, dalam dunia maya pun timbul konflik yang muncul dari buruknya cara berinteraksi. Merasa tidak bertatap muka Iangsung, yang terjadi adalah lepas kendali dalam menuliskan kata-kata.
Sesungguhnya adab-adab berinteraksi dalam dunia nyata berlaku sama ketika kita memasuki dunia maya. Yang membedakan hanya kemudahannya saja. Namun kadang hal itu luput dari kesadaran kita, entah karena lalai, keasyikan, atau memang tidak menyadari pola interaksinya. Sehingga seringkali terjadi, dalam dunia maya pun timbul konflik yang muncul dari buruknya cara berinteraksi. Merasa tidak bertatap muka Iangsung, yang terjadi adalah lepas kendali dalam menuliskan kata-kata.
Seperti
dalam salah satu situs jejaring sosial yang kini makin digandrungi, Facebook,
orang merasa bebas mengungkapkan isi hati dan berbagi cerita, hingga lupa bahwa
bisa jadi ada kesalahpahaman persepsi dalam mengartikan kata-kata. Yang lebih
mengkhawatirkan lagi, kadang orang terlalu gamblang menuangkan kehidupan
pribadi dalam situs pertemanannya. Cerita soal pribadi dan kegiatan sehari-hari
di Multiply misalnya. Padahal sebagai seorang Muslim, adab-adab berinteraksi
harus dilekatkan di manapun kita berada. Bukan hanya sekadar mensosialisasikan
kehidupan pribadi.
Tentu
ada norma-norma Islam yang harus dijunjung tinggi ketika berkomunikasi dalam
dunia maya. Sebab
dunia maya sendiri bukan sekedar dunia di luar realita. Saat menggunakan fasilitas audio chat misailnya, tetap menjaga ungkapan lisan dan cara bertutur kata menjadi kewajiban walaupun orang yang kita ajak bicara hanya terpampang fotonya saja. Apalagi bila bicara dengan mengaktifkan web Kamera. Begitu pula kita harus sigap menata hati untuk terus menerus mengingat berada di bawah “ pengawasan Allah “ agar bisa torhindar dari pergaulan maya yang melalaikan. Bercanda, saling ejek, saling goda hingga muncul-muncul efek negatif yang tidak diinginkan. Dengan sesama jenis bisa timbal intrik, dengan lawan jenis bisa tumbuh bibit perselingkuhan.
dunia maya sendiri bukan sekedar dunia di luar realita. Saat menggunakan fasilitas audio chat misailnya, tetap menjaga ungkapan lisan dan cara bertutur kata menjadi kewajiban walaupun orang yang kita ajak bicara hanya terpampang fotonya saja. Apalagi bila bicara dengan mengaktifkan web Kamera. Begitu pula kita harus sigap menata hati untuk terus menerus mengingat berada di bawah “ pengawasan Allah “ agar bisa torhindar dari pergaulan maya yang melalaikan. Bercanda, saling ejek, saling goda hingga muncul-muncul efek negatif yang tidak diinginkan. Dengan sesama jenis bisa timbal intrik, dengan lawan jenis bisa tumbuh bibit perselingkuhan.
Karenanya
perlu diperhatikan juga nahwa walaupun di dunia maya, bukan berarti adab-adab
yang berlaku di dalamnya maya pula alias tidak nampak. Adab-adab yang berlaku
di dalamnya maya pula alias tidak nampak. Adab-adab pergaulan dalam dalam dunia
maya pun harus jelas mencirikan sebagai seorang Muslim yang beradab. Jangan
sampai ketika di dunia maya maka adab yang selama ini dijunjung tinggi di
kesampingkan. Seperti misalnya, ada kasus-kasus yang melanggar batas pergaulan
dalam Islam, terjadinya perselingkuhan, hubungan tanpa status, bahkan sampai
berlaku kriminal.
Diperlukan
kondisi ruhiyah yang baik.
Mengedepankan
adab Islam, inilah salah situ sikap bijak dalam menggunakan akun jejaring
pertemanan. Lantas bagaimana adab Islam memanfaatkan jejaring sosial dunia maya
ini.
Pertama
tentulah dimulai dari niat. Itu yang harus diluruskan.
“Sepertinya
sepele. Masak mo fesbukan aja pake niat . Tapi kita memang harus memulainya
dengan niat menebar kebaikan supaya jadi amal shaleh,”
Untuk
tujuan apa kita membuka sebuah akun pertemanan? Apakah sekedar iseng, mengikuti
tren, atau memang ada nilai lebih yang ingin disampaikan. Kalau hanya sekedar
ikut-ikutan dan mengisi “status” dalam facebook yang tidak ada manfaatnya
sebaiknya niat itu harus dikembalikan ke jalur yang benar. Karenanya ketika ada
orang-orang tertentu yang salah langkah dalam menggunakan jaring pertemanan
dunia maya ini, sebenarnya niatnya sudah salah. “Besar kemungkinan niat mereka
sewaktu bergabung dengan jaring sosial dunia maya ini belum benar atau berubah
di tengah jalan karena keasyikan. Atau bisa jadi akibat cultural dan,
keterlambatan budaya. Maka yang timbul adalah masyarakat kita belum bisa
memanfaatkan situs jejaring sosial ini selayaknya.”
“Sayang
memang, apabila teknologi secanggih ini tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya
hanya dengan rnengindahkan adab pertemanan. urerkadang mengabaikan etika
sehingga teknologi tidak membantu menjodi lebih balk matah menimbulkan
efek-efek negatif,”
Kedua,
isilah ‘status’ dalam jejaring sosial yang kita ikuti dengan kata-kata yang
penuh inspirasi,
Bukan
dengan kata-kata yang tidak jelas. Atau kalimat yang sekedar bilang ,”lagi
kebeleeeet bangetssss.”
Namun
bukan berarti, kita perlu berkata-kata ‘garing’ di dalam bergaul di dunia maya.
Hanya saja, perlu disesuaikan formatnya. “Jaringan sosial itu kan punya
karakter sendiri. la adalah sarana bergaul, bukan sarana taklim atau ceramah.
Lalu pesan-pesan kita harus dikemas secara komunikatif. Saya pun bila merespons
komentar teman-teman di jaringan sosial seringkali tidak saya jawab dengan
langsung mengemukakan dalil tapi saya uraikan dengan renungan dan refleksi saya
sendiri. Dengan begitu dialog akan terasa lebih akrab. Tidak berkesan menggurui
tapi lebih berkesan ‘curhat’. Dan satu hal lagi, jawabannya juga tidak perlu
panjang-panjang. Setelah lawan bicara menanggapi positif pesan kita baru kita
berikan dalil syar’inya.”
Ketiga,
selektif. Selektiflah dalam memilih teman dan dalam berkomentar.
“Saya
selalu berupaya tidak mengkonfirmasi orang yang minta dijadikan teman bila ia
tidak jelas. Misalkan, foto profilnya tidak berupa foto tapi gambar-gambar yang
tidak jelas, namanya terlihat dibuat-buat, dan lain-lain. Juga selektiflah
dalam berkomentar. Kadang banyak komentar-komentar yang tidak perlu
dikomentari. Ada pula yang bila dikomentari hanya akan memperpanjang debat
kusir dan mengotori hati. Jauhi dialog seperti ini. Dan satu hal yang bisa
menjaga kualitas selektifitas kita adalah tarbiyah ruhiyah yang baik,”
Memang,
karakter jaringan sosial adalah sangat bebas. Baik buruknya tergantung pemakai.
Maka untuk terhindar dari efek negatif maka kita harus memiliki self control
yang kuat. Self control yang kuat dapat kita peroleh lewat tarbiyah ruhiyah
yang intensif. Dengan tarbiyah ruhiyah, nurani kita akan peka dengan
keburukan-keburukan yang mungkin muncul sewaktu kita menggunakan jaring sosial.
Interaksi
dalam dunia maya memang mengharuskan memiliki kondisi ruhiyah yang baik.
Kondisi ruhiyah yang baik akan mengontrol kita agar menggunakan jaring sosial
dengan baik dan efektif.
ini sangat perlu karena dalam jaring sosial batas antara sombong, narsis, atau tidak, sangat tipis. Dan hanya hati yang bersihlah yang mampu mendeteksi dan membedakan apakah tindakan kita wajar atau tidak,”
wallahu a'lam bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar